Monday, April 20, 2009

What the heck i'm thinking about~~ hihihihi XD !!

another yesung?? are you guys get bored? hihihihihi.. please don't cause this is the only way i can stand looking at the computer screen.. LOL !!!
do you want to know where this picture came from? it's Super Junior Happy's song, titled "Cooking".. funny song, with funny members.. XD XD XD XD XD XD XD XD XD ~~~~~~~~
can't breathe !!! help !! Yesung smile efect... wakakakakakakak....

Yesung again, again, and again (>.<)


WOW !! ('O')
there is sooooooooo much yesungie~~~
kyaaaa.... (>.<) !!!
watch out! hold your breathe when you hear his beautiful voice or even his laugh... just can't sleep.. LOL !!
Sarang haeyo yowhonn hee, oppa~~~ =p

Naik untuk Memberi

Just a cool reading. I hope it’ll blessed you as it blessed me so much when I read it. So blessed !!! V(^o^)V

Pengalaman naik ke Grasberg di Papua, di gunung emas membuat saya tertegun. Tiap hari belasan ribu orang naik ke gunung itu, 24 jam bekerja, MENGAMBIL kekayaan yan limpah. Sibukkah? Sama sekali tidak, karena memang itu tugas dan pekerjaan mereka. Tetapi ada orang-orang yang naik ke gunung bukan untuk mengambil melainkan untuk memberi.

Abraham naik ke gunung Moria untuk mempersembahkan Ishak. Yesus naik ke Golgota untuk mengorbankan diriNya sendiri.

Ada banyak yang ingin NAIK untuk MENGAMBIL. Sebagian berupa harta, jabatan, kehormatan, dan sebagainya. Pada saat mereka naik, mereka mengambil sangat banyak dan melupakan yang dibawah. Tapi biarlah paskah tahun ini kita belajar naik guna memberi. Saat kita diatas, jangan lupakan yang dibawah. Naiklah untuk memberi.

By His grace,

Pdt. Petrus Agung Purnomo

Kuasa Kebangkitan

Setelah kematian Yesus, murid-murid Nya mulai tersebar ke berbagai daerah. Mengapa? Karena sebenarnya mereka tidak benar-benar percaya akan apa yang sudah Tuhan nubuatkan bahwa Anak Manusia harus menderita dan akan bangkit pada hari ketiga. Mereka tidak pergi ke Yerusalem untuk mendahului Tuhan karena mereka tidak benar-benar percaya bahwa Tuhan akan ada disana. Begitu juga dengan dua orang muridNya.

Mengapa kedua murid ini pergi ke Emaus dan tidak berkumpul dengan murid lain? Pada masa itu, rakyat yahudi dijajah Romawi, dan pada saat Yesus datang dengan segala mujizat yang dilakukanNya, mereka pikir Dia lah yang akan membebaskan mereka. Semua impian dan harapan mereka mengenai ‘manusia super’ yang akan menjadikan bangsa Yahudi terbebas dari penjajah, mati bersama kematian Tuhan. Kedua orang ini sakit hati pada Tuhan tanpa tahu maksud dari ‘misi penyelamatan seluruh dunia’ yang memang harus terjadi. Pada saat itu juga, ada kematian dalam diri mereka, kematian yang bisa menimbulkan akibat yang luar biasa, kematian yang mereka sendiri tidak menyadarinya, sampai Yesus sendiri berjalan disamping mereka.

Ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, ketika Yesus bergabung. Bagaimanapun juga, itu membuat mereka tidak mengenaliNya. Dia bertanya apa yang sedang mereka bicarakan, dan mereka (bayanganku sendiri) memandang satu sama lain, keheranan, menatap aneh padaNya seakan-akan mengatakan ‘dia pasti orang luar negri sehingga tidak tahu kabar heboh akhir-akhir ini’. Well, dengan keheranan sesaat pun, toh mereka tetap menjawab bahwa mereka sedang membicarakan Yesus yang mati disalib yang dulu menjadi guru mereka.

Lukas 24:13-35 bercerita Yesus kemudian berbicara tentang firman Tuhan, dan kedua murid ini hatinya berkobar-kobar. Ketika perjamuan makan, Yesus memecah-mecah roti dan WHOA!! Murid-murid mengenaliNya, tepat saat Dia menghilang.

Poin nya adalah kematian hati bisa berdampak jelek pada kehidupan kita. Kecewa terhadap Tuhan, sakit hati, kepaitan, kebebalan, adalah hal-hal konyol yang mematikan. Semua aspek dalam kehidupan kita dimulai dari hati. Dari firman yang kemudian menjadi daging. Dari roh yang kemudian menjadi jasmani. Lalu, apa jadinya bila yang didalam kita mati? Akan ada kematian-kematian lain.

Dengan kebangkitan Yesus, kita dianugerahi Kuasa Kebangkitan dalam keselamatan yang sudah kita terima. Apa yang mati, bisa bangkit. Keuangan, pendidikan, rumah tangga, pekerjaan, dan lain-lain. Semua bisa bangkit, asalkan yang didalam kita tidak mati. Kalau sudah terlanjur mati? Bagaimana untuk membuatnya berdenyut lagi?

Yesus sudah menunjukkan caranya. Api Tuhan (dalam anugerahNya) lewat firman mengobarkan hati kita. Yang perlu kita lakukan adalah jujur dengan diri sendiri, mengakui bahwa kita memang sekarat, atau mungkin memang sudah mati, minta anugerah Tuhan, dan minta apiNya.

Tuhan sangat mencintaimu, lebih dari yang bisa kau bayangkan atau yang kau pikirkan. Bukan karena apapun yang ada padamu, atau apapun yang kau punya atau tidak punya. Sekali Dia berkorban demi cintaNya, sekali dan untuk selamanya keselamatan itu menjadi milikmu, karena itu jangan kau sia-siakan. Tidak ada yang miskin, bodoh, rumah tangganya kacau, atau tidak beres jika hatimu hidup berdetak beriringan dengan detak jantungNya, bernapas seirama dengan napasNya, dan menggerakkan seluruh indramu setepat maksud dan misiNya atas hidupmu. FIGHTING !!! (^o^)/

“Orang yang rendah hati akan makan dengan kenyang, orang yang mencari Tuhan akan memuji-muji Dia; biarlah hatimu hidup untuk selamanya” (Mz 22:27)

Hime~~~


even i still can't believe what i was drawing~~ LOL !!
there is no title on it, or maybe i can call it "Hime" in japanesse it means "Princess" ^^~
there is no story in it, i just put my pencil and KABOOMMM !!!!
wow! what a cute girl, and with all of my strength, concentrate, imagination, blood, spirit, and all the 'shaking hands', i colored it~~~
seems strange at first, specially on her hair.. XD !!
but, i kept going on, and here is it..
don't u compared with my photos (LOL !!) totally different.. im prettier~~~~ XD XD XD !!!!

Friday, April 17, 2009

Yesungie~~~ XD

Yesungie~~~ XD


couldn't forget yesung's funny dance~~~
just remind me that i still walking around to know for sure i was ALIVE~~ LOL !!! another big LOL !!! XD

yesung said,"Sarang Hae Yo Yowonnhee.."
uuggghhh....... (>.<)

Yesungie~~~

SUN LIGHT part 1

Prolog

Aku tidak akan pernah menyangka kematian yang begitu menyakitkan terjadi begitu saja didepanku. Seakan-akan tidak ada hal lain yang dapat kulakukan –dan memang tidak- aku menangis sekeras mungkin, menutup telingaku serapat mungkin, menutup mataku yang tidak berhenti mengeluarkan air mata dan menggretakkan gigiku sekeras mungkin. Seperti kegilaan aku bergidik merasakan cairan lengket yang mengenai tubuhku. ‘hentikan, tolong hentikan..’, kataku memohon tanpa berhenti meringkuk ngeri bahwa sebentar lagi benda itu akan melayang mengenai tubuhku.

Desingan benda berputar perlahan memudar. Sekarang aku bisa mendengar napasku yang terengah-engah dan tangisanku yang merengek. Aku tidak mau membuka mataku, aku tidak mau melihat darah dan daging yang terpotong-potong memburai di tubuhku. Apakah ini sudah berakhir? Kumohon iya, aku ingin pulang, aku ingin melihat matahari.

“hoooaaammmm...”

Cuaca yang mendadak cerah, sangat menggangguku pagi itu. Aku tidak suka matahari seperti ini, terlalu panas, terlalu sedikit oksigen, terlalu hangat untuk kulit tipisku. Hari ini adalah hari terakhirku bermalas-malasan dan meskipun aku benci melakukannya, besok adalah hari pertama masuk sekolah. Hari untuk sedini mungkin mengangkat pantat malasku dan melakukan rutinitas manusiaku. Lama sekali aku duduk untuk memutuskan apa yang akan aku lakukan hari ini. Aku berpikir untuk kembali tidur, tetapi buru-buru membatalkannya setelah sesaat kudengar ibuku berkoak dan membayangkan sebentar lagi ditendangnya aku dari tempat tidur untuk melakukan hal yang lebih tidak kusukai. Aku berpikir untuk menonton acara televisi kesukaanku seharian dirumah temanku, setelah kusadari bahwa sudah berbulan-bulan aku tidak menghampiri teman abadiku dan memandanginya seharian. Kakiku kram, punggungku pegal, dan pantatku berat. Aku berusaha keras bangkit dari tempat tidurku tanpa berteriak minta tolong pada ibuku. Menurutnya, tubuhku begitu karena aku tidak cukup bergerak sehingga aliran darahku kurang lancar –sebenarnya dia mengatakan tidak lancar- dan aku kurang vitamin D dalam sinar matahari. Oh, aku benci terpanggang matahari. Jadi tanpa bantuan tangan dan omelan ibuku, aku berjalan menahan kram di kakiku dan bergegas mandi.

“pagi mom!”, sapaku saat menuruni tangga dengan gemulai karena malasnya.

“oh, ini dia si penidur.. apakah tidurmu cukup, princess?!”

“yeah, cukup kalau benda bulat kekuningan itu tidak menyengat jendela kamarku yang sejuk.. dan itu karena tangan usilmu mom”, protesku panjang lebar.

“aku hanya memberimu sedikit sinar positif, dan oh! Kau ini apa sih, begitu takut dengan matahari..”

“aku spesial mom, aku tidak bisa berlama-lama menahan sinarnya..”

“okey! Aku mengerti alasanmu, pemalas.. sekarang habiskan sarapanmu dan antarkan masakan ini ke bibimu..”

“oh, mom.. aku..”

“dan aku tidak ingin dengar penolakan dari mulut manapun ketika aku memberi perintah”, katanya menyelaku. Sial.

Entah apa yang tadi kumakan karena aku begitu lapar. Kuhabiskan saja apa yang ada dihadapanku dan segera kubereskan tempat makanku setelah berdebat sebentar dengan ibuku mengenai rencananya weekend besok. Kukayuh sepedaku lebih cepat dibawah sinar matahari sialan itu, ingin cepat-cepat sampai dirumah bibi ami yang hidup sendiri dan selalu menyusahkanku ketika jam makan siang tiba. Kuantarkan begitu saja makanan buatan ibu ditangannya tanpa menghiraukan ocehannya mengenai krisis global dan ekonomi yang semakin susah. Rasanya semua perkataannya tentang keadaan perekonomian, krisis global, dan harga-harga barang yang tidak stabil hanyalah alasannya untuk menutup diri bahwa dia tidak dapat berbuat apapun. Yeah, salahkan saja pemerintah jika menggusurmu nanti, katakan kau sudah lebih baik daripada mereka semua. Kukatakan itu dengan senyum palsuku padanya, berharap dia tidak mendengarnya. Itu hanya lelucon kan?!

Lima menit seperti lima jam. Meskipun aku berada di terasnya, tapi tetap saja masih kurasakan sinar panas menyengat, dan hal itu sangat menyebalkan. Kukayuh kembali sepedaku dengan kecepatan lebih normal, kaki malasku yang mulai merasa pegal tidak bisa dibantah dengan pikiranku yang tersiksa karena memikirkan sinar-sinar yang terlalu banyak. Entah apa yang merasuki pikiranku, aku tidak membelokkan kemudiku kearah rumah, ada sesuatu yang menarik perhatianku di ujung jalan sebelah sana. Seandainya aku lebih bijak, aku tidak akan melakukannya di kemudian hari. Tapi toh kubelokkan juga sepedaku kearah jalan kecil di ujung jalan. Aku berhenti tepat didepan jalan kecil itu. Tidak ada yang istimewa, hanya jalan biasa, sunyi, teduh, dan sejuk. Teduh dan sejuk? Ditengah cuaca seperti ini? Yang benar saja. Aku tersenyum kecut sesaat, mencoba meyakinkan diriku sendiri bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan. Udara ditempat itu sedikit berbeda, atau mungkin benar-benar berbeda. Aku tidak merasa berada ditempatku tumbuh, lingkunganku yang selama ini akrab dalam benakku. Angin ditempat itu tidak keras, hanya semilir angin biasa yang hanya dapat meniup rambut kakuku pelan, tetapi juga dingin. Dingin yang bisa membuatmu bergidik, dingin yang tidak bersahabat, dingin yang tidak berbau manis seperti salju musim dingin, tetapi dingin yang berbau antara mint dan obat-obatan. Jalan kecil itu berbelok disisi kirinya dan menunjukkan jalan yang lebih kecil. Tidak ada yang berubah dengan jalan yang satu ini, hanya lebih kecil. Aku menoleh kebelakang, takut-takut tidak melihat sinar panas dibelakangku. Titik sinar itu masih terlihat di ujung sana, terlihat lebih berpendar dan berwarna kuning langsat. Matahari sudah berjalan ke barat? Bagaimana bisa aku menghabiskan waktu selama itu ditempat ini? Itu berarti aku harus pulang, tapi aku ragu bisa menemukan jalan ini lagi. Tapi hari sudah hampir gelap, remang senja sudah terlihat dibelakang sana, meninggalkan berkas cahaya kecoklatan emas yang indah. Aku tidak pernah merasa hal yang indah hanya dengan melihat matahari berlalu, karena itulah yang kuinginkan sepanjang hari, melambaikan tangan pada sinarnya dan kembali pada tidurku yang tenang.

Rasa penasaranku kubunuh dengan bersepeda kembali kearah jalan yang bermandikan cahaya matahari sore. Sesuatu menyentuh tengkukku dengan lembut tapi juga mengejutkan. Aku menoleh tanpa memperlambat laju sepedaku, dan yang kulihat hanyalah sulur disisi jalan sebelah kanan, yang kukira tadi menyentuh tengkuk kurusku. Oh, syukurlah hanya sulur pohon. Aku berbalik pada jalan didepanku dan mulai terfokus kembali pada pedal sepedaku dan kakiku yang semakin menegang. Aku tidak pernah mengejar sisa-sisa matahari sebelumnya, dan hari ini kulakukan dengan kegilaan, berharap masih menemukan penglihatanku dalam remang-remang sebelum sempat kurasakan kegelapan merayap dibelakangku.

Kutembus persimpangan jalan tanpa menoleh kearah jalan besar yang sebelumnya kulalui dengan gerutuan, dan bergegas pulang tanpa berkompromi dengan kakiku yang sudah sebesar lobak india karena tegang dan sedikit kram. Sepeda malangku kulempar begitu saja disuatu tempat dihalaman rumah, yang sudah pasti bukan tempat sepeda yang lain tergeletak. Aku berjingkat menaiki tangga dua-dua dan segera berhambur masuk rumah.

BRAKK!

“hey semua!”. Wow, seluruh keluarga sedang menyiapkan makan malam. Aku masuk dengan terengah-engah kehabisan napas, dan dengan senang hati meletakkan pantatku yang ikut-ikutan menegang dimeja makan, tepat disebelah mulut cerewet adikku.

“wow, kau habiskan hampir seharian untuk bersepeda? Lihatlah kakimu itu, lakukanlah lain kali.. Haahahaha.. kau seperti menyeret kaki trol”, ejeknya.

“oh, diam kau !”, kataku sedikit membentak.

“aku hanya ingin makan dan mengembalikan tenagaku tanpa membuangnya lagi dengan berdebat dengan omong kosongmu”

“oh, benarkah? Kau tidak perlu menghematnya, karena kau selalu mengisi tenagamu dan tidak pernah menggunakannya.. dengar kataku? M e n g g u n a k a n n y a, bukan membuangnya..” , katanya sambil menjulurkan lidahnya kearahku.

“oh, come on.. kau sama sekali tidak lucu, kau tahu itu?”, balasku sambil memukulkan sendok makanku kearah kepalanya, gusar. Apa yang dia tahu mengenai apa pun tentang aku, dasar sok tahu. Aku bahkan tidak akan menceritakan pengalamanku hari ini padanya, membayangkan wajahnya yang menyebalkan mengatakan padaku bahwa hal kecil seperti itu bahkan sudah dialaminya sejak dia taman kanak-kanak.

Yeah, kuakui itu. Aku, Malory Irvy memang tidak seberani anak manapun disekolahku atau bahkan anak manapun yang sebayaku. Aku bahkan tidak cukup berani hanya untuk berlarian dibukit kecil didekat rumah nenek, saat adikku, Erick memanggilku Ma-troll-ry karena kakiku yang tidak pernah digerakkan menjadi sangat besar dan bergelambir. Aku berani melakukan apapun ditempat yang kering dan bersih, dan tidak jika berada dibukit basah dan licin. Apa jadinya jika kau terjatuh dengan pantatmu mendarat dibawahnya? Dan jika kau tidak dapat menarik apapun untuk berpegangan, kau akan meluncur sampai kebawah dengan lumpur dan rumput basah menghiasi punggung bajumu, kau harus mandi untuk membersihkannya. Aku ralat, mandi dengan air dingin. No, thank’s.

“mom, besok biar aku yang mengantarkan makan siang untuk bibi mai.. (aku mau kentang nya, tolong) dan kurasa aku akan menghabiskan waktuku bersamanya.. jadi bolehkah?”, tanyaku menawarkan diri. Seluruh ruangan memandangku.

“well, kau sehat mal?”

“tentu saja, mengapa kau bertanya seperti itu?”, kataku tidak memperhatikan pandangan matanya yang kebingungan.

“kau tidak perlu melakukannya jika kau tidak ingin”

“aku ingin dan tidak menolaknya, mom”, tegasku

“dia ingin menggemukkan kaki troll nya mom.. gemuk dan hitam, sempurna! Hahahaha..”, kata erick mengejekku. Lagi.

“yea, yea, yea, katakan saja apa yang membuatmu puas, mulut bebek.”, balasku.

“tentu saja, pengecut. Kendarai saja sepedamu itu sampai kau tidak bisa berjalan karenanya, dan tidak ada lelaki tampan suka padamu. Rasakan itu.”

Aku mencibir dan memutar kedua bola mataku, menunjukkan bahwa apa yang dikatakannya sama sekali tidak mempengaruhiku. Apapun itu, asalakan aku bisa menelusuri jalan misterius tersebut sekali lagi.

“dan mom, aku akan mengajak eowyn bersamaku. Aku rasa bibi mai perlu suasana yang berbeda sekali-kali, dan aku (hey, itu telur terakhirku, erick!) dan eowyn akan menemaninya.”

“lakukanlah sesukamu, mal. Kau tidak pernah berniat berjemur matahari sebelum ini, dan kurasa akan lebih baik jika kau lakukan saja rencanamu itu besok setelah kau selesaikan pekerjaan rumahmu. Ingat, aku tidak ingin dengar suara siapapun membangunkan aku ditengah malam untuk secangkir teh karena PR nya belum selesai. Kalian mengerti ladies and gentlement?!”, kata ibu yang lebih mirip peringatan daripada pertanyaan.

“okey, mom. Aku tidak pernah menunda pekerjaanku, kau tahu kan erick?”, tanya ku mengejek.

“ya itu benar, miss sok tahu. Aku terlalu pintar untuk mendapat PR, dan kau juga tahu kan mal?”, katanya membalasku.

“oh, erick. Aku sangat mencintaimu, kau adik paling menyebalkan di dunia! Akui saja kalau kau selalu menyontek PR mu di sekolah, itulah sebabnya kau bangun terlalu pagi untuk berangkat ke sekolah.”

“Malory Irvy!”, kata mom.

“Erick tidak bangun terlalu pagi, dan kau tidak bangun cukup siang, kau tahu itu? Kau seorang wanita, mal, bangunlah lebih pagi dan bereskan sesuatu dirumah ini. Kau sama seperti mendiang ayahmu, kalian pemalas.”

“Hahahaha... dengar itu, dasar pemalas. Bukan hanya tidak ada laki-laki yang akan suka padamu, mal, aku bahkan berani bertaruh sekalipun ada laki-laki yang mau jadi suamimu, tidak ada anak yang akan tahan menjadi anakmu. Bagus mom!”

“aku tidak membelamu, bocah. Lebih banyaklah diam dirumah juga.”

“what?! Kau ingin aku berubah menjadi kaki troll? Aku bahkan tidak tahan dengannya yang selalu tidur, aku tidak bisa membayangkan tangan dan kakiku menjadi bergelambir (seperti miliknya). Hyeeekkkzz! Itu mimpi burukku mom!”

“Hahahaha... gunakan otakmu, bro”

“bro? Kau memanggilku dengan panggilan sekeren itu? Kau dapat dari acara televisi ceko? Kuno sekali kau, kakakku sayang (oh, aku belum selesai makan, mom).”

“hentikan kalian berdua! Segera naik dan bersihkan diri kalian (sudahlah, erick), lalu segera tidur, besok hari pertama kalian masuk sekolah.”

Aku tidak mendengarkan lagi ocehan mereka sejak kubereskan piringku sendiri. Diluar sana angin berubah menjadi semakin besar, dan dari jendela dapur, sulur-sulur pohon yang mengingatkanku pada jalan aneh mulai mengetuk-ngetuk jendela dapur. Aku membayangkan sendiri perjalananku yang menyisakan sedikit rasa penasaran daripada rasa takut, waspada, dan suram.

next on sun light.....